Tuesday, September 18, 2007

Is Happy Ending A Never?


I have been thinking these days, about all the bedtime stories that filled my childhood. About Cinderella and her glass shoes, about Rapunzel and her amazing golden hair, about Hans and Gretel and how they luckily survive the evil witch... Even about Shrek, that recent crazy new folktale.

In all those stories, everything ended happily. Although the evil might once prevail, and there seems like there was no way out, someone somewhere made mistake or came with a brilliant idea, and someone other would save the day. And then there would be a happily ever after ending.

I'm not intending of destroying the happy faces of Cinderella, Rapunzel, Pinocchio, and the Prince Charming in your head, but... Let's think of it this way. To be honest with ourselves, these kind of "happy endings" does not happen in reality. The story writers just stop at the right moment, where everything seemed happy and right, and close the story.

Cinderella got married. One day they would have children. It would be possible that rebel would happen in their kingdom, someone there would try to take over their throne, and darkness prevails again. And how about Snow White's beauty? Wouldn't it fade one day, and her Prince Charming would stop loving her?

I want to reflect this on our real life. Fairy tales are good, but we must remember, in reality there are no such things. Maybe you would say, no, I don't read any more fairy tales... I'm a grown up! Girls, especially, please, please don't use this excuse. Your fairy tales are those cheap pink girly novels about cute rebel boys that submit themselves to a girl's charm... And boy's fairy tales are modern movies, modern 'role models' such as pop-musician, actors, and 'cool people' shown on TV.

As we realize what our fairy tales are, we must reflect into reality even more, and understand the importance of seeing life the way it must be seen. We have our happy and glorious moments, but don't see it as our happily ever after. Things will change, our earth and society are dynamic, and we have to be prepared for it. Happy moments, praise God, and in difficulties, seek Him even more.

A happily ever after is not a never. It is how we reflect to things that will show us its beauty, as a Chinese saying says. A beautiful painting will not be great in front of an art-hater. A delicious food won't bloom in a full belly's mouth. But with God, we always have a choice to see the beauty life shares. Because it is in Him that we would find our joy, our strength, and our recovery. It is in Him that we may have a hope for a happily ever after.

Be blessed!

sedikit ngoceh saja.

Heiii!!

Akhirnya setelah sekitar tiga minggu saya ngepost lagi. Akan random saja sih postnya, cerita-cerita singkat tentang kesibukan apa yang sudah kulakukan minggu-minggu ini sekembaliku ke Indonesia.

Sejujurnya, aku agak capek juga minggu-minggu ini. Kembali ke Indonesia, memang aku sudah tahu bahwa akan kuhadapi yang namanya Ujian Paket C, pertarungan perebutan beasiswa, dan kesibukan hidup lainnya di kota metropolitan ini. Tapi ketika dijalani, jujur males juga. Kembali dari Brazil yang bersih, indah, dan penuh tanah ladang (oh Parana, betapa kucinta dikau!), datang ke Indonesia, yah, Indonesia.

Teringat lagi sekarang, tanggal 4 September lalu, ketika kali pertama menginjakkan kaki di tanah Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta, kesesakan udaranya sudah menyakiti paru-paruku. Ternyata udara yang selama ini aku nikmati di Jakarta ini kotor sekali! Menapak masuk pertama kali di rumahku tiga minggu lalu, astaga! Tidak bisa kubayangkan bagaimana aku selama ini bisa bertahan hidup di kotak sesak kurang ventilasi ini!

Ditambah lagi di minggu-minggu pertama tidak ada kegiatan atau perlakuan spesial yang kuterima. Boro-boro mengunjungi pertemuan Rotary Club, sponsorku, Mamaku langsung membawaku berburu beasiswa dan membetulkan laptop ke Ratu Plaza sana. Tidak boleh buang waktu, ujar beliau. Ya sudahlah.

Saat keluar masuk Metro Mini Blok M-Ciledug itu, tanpa kusadari aku membandingkan lagi Indonesia dan Brazil. Aku teringat Curitiba, dengan sistem transportasinya yang begitu bersih, sejuk, dan nyaman. Bis-bis gandeng besar berwarna oranye, dengan halte kapsulnya yang berbentuk lucu dan bersih juga. Lalu kutengok Metro Mini, bis kecil berkapasitas 50-an orang tapi sering dimampatkan hingga 70 manusia lebih di dalamnya. Dompet hilang, pengamen, kriminalitas, pengemudi yang ugal-ugalan... Ugh, jangan bicara kenyamanan lagilah. Transjakarta-pun, yang menjadi kebanggaanku warga Jakarta selama ini, ternyata adalah hasil contekan dari sebuah sistem transportasi serupa di Malaysia dan Brazil. Gubernur kita sampai terbang ke Brazil kok untuk mempelajarinya!

Bukan saya jadi anak muda kagetan, seperti kata Pak SBY yang terhormat, tatkala diprotes seorang putri Indonesia mengenai pemerintahannya yang tidak "sebagus" luar negeri. Bukan, bukan itu. Mungkin saya gerah dan sedikit shock saja, melihat kenyataan hidup di luar sana yang jauh lebih indah, jauh lebih tertata, bahkan di negara seperti Brazil yang notabene kita akan menganggapnya sebagai negara dunia ketiga. Negara tidak masuk hitungan yang (katanya) sama-sama korupnya dengan Indonesia.

Saya bingung, bagaimana di negara saya ini ada orang-orang yang seharinya harus bertahan hidup dengan uang 1-2 US$, sementara di Brazil sana uang segitu paling untuk dibelikan sekaleng bir dengan kembali tiga bungkus permen. Kalau melihat terpuruknya Brazil di masa lampau, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk mengasihani diri sendiri!! Brazil juga pernah punya mata uang amburadul, sistem ekonomi yang acak-acakan, pemerintahan yang korup, tapi toh hari ini mereka tegak berdiri?! Kok kita ngga bangkit-bangkit sih?? Di Brazil saya temukan pendidikan gratis, pemerintah yang memperhatikan gizi rakyatnya, transportasi yang aman, air yang bersih, listrik yang stabil... Korupsi memang ada, tapi orang sana tahu malu! Korupsipun masih pada batasnya.

Sebagai warga Indonesia keturunan, saya juga memperhatikan satu budaya yang indah yang mereka miliki, yaitu tenggang rasa antar ras. Meskipun Brazil punya sejarah perbudakan dengan orang kulit hitam, tapi di sana tidak ada lagi rasisme sekarang ini. Kulit hitam, putih, kuning, merah, semua berteman dan membangun negaranya. Seorang Indonesia yang tinggal di Brazil sana menyampaikan, bahwa bahkan jika warga keturunan atau imigran ingin terlibat dalam pemerintahan atau bahkan militer, itu bukan hal yang tidak mungkin di Brazil. Bisa!! Ayo... Kenapa kita tidak mau dewasa sedikit? Ras itu kan hanya warna kulit, bentuk hidung, bentuk mata dan postur tubuh? Di dalamnya kan isinya sama semua... Betulkah?

Yah... Jadi protes politik dan sistem kalau begini caranya. Maafkan saya yah, bulan puasa begini malah bikin panas.

Tentang saya saja deh sekarang. Bulan April tahun depan saya mau mencoba kuliah ke Jepang. Jujur tentang kuliah ini masih membingungkan juga. Saya tertarik untuk ke Jepang sana... Tapi ada rasa takut tentang kultur dan budaya orang Jepang yang dari dulu, jujur, saya anggap aneh. Lagu-lagu pop modern mereka yang mencampur-campurkan Bahasa Inggris dengan Bahasa Jepang, itu terdengar menggelikan di kuping saya. Seperti tanggung saja. Bahasanya-pun tidak terlalu indah didengar, jika dibandingkan dengan Portugis atau Prancis misalnya. Ada banyak sih keuntungan saya berkuliah di universitas ini. Tempat yang bagus, fasilitas yang komplit, dan kenalan dari seluruh Asia Tenggara. Pertukaran budaya, sesuatu yang selalu saya sukai. Tapi dengan Jepangnya sendiri? Hmm... Entahlah.

Masih berdoa juga saat ini apakah ada jalan ke negara lain. Entah Australia, atau, siapa yang tahu, Brazil lagi. Hei... Tunggu dulu. Dulupun Brazil tidak kusukai. Apa mungkin aku akan jatuh cinta pada Jepang nantinya seperti cintaku pada Brazil sekarang? Mungkin, mungkin saja. Orang muda plin-plan, kata mereka.

Jadi apa kegiatanmu sekarang, Samuel? Aku sedang banyak bimbingan belajar, mempersiapkan diri untuk ikutan Paket C nanti. Tidak, tidak nembak. Saya jujur mau ikut tes. Anak Tuhan tidak boleh tembak-tembakan begitulah, tidak halal. Selain bimbel-bimbel itu... Sedikit banyak aku ikutan ke kantor orang tua, mengenal dan mempelajari sedikit sistem perusahaan kami. Tuhan sedang menolong Nice Frame, puji Tuhan.

Jalan-jalan dengan teman-teman tentu tidak dilupakan... Baru Senin lalu aku nonton hemat di Bintaro Plaza tercinta bersama teman-teman. Amanda, Anastasia, Mario, dan Rere. Wah, betapa mereka berubah!! Mungkin karena akupun berubah dalam banyak hal ya... Kusapa gadis-gadis itu dengan ciuman di pipi, ala Brazil. Agak kikuk sih, tapi biarlah. Hahaha... Sudah teman lama, makanya aku berani. Kalau sama orang baru, agak sungkan juga. Tapi bukan itu ah intinya... Maksudnya... Persahabatan itu harus dijaga teman-teman. Tidak boleh terlalu lama kita jauh dan tanpa kontak. Nantinya akan saling melupakan. Hari kemarin luar biasa sih... Apalahi setelahnya aku diantar pulang. Haha!

Yah.. Mungkin itu dulu. Sekedar supaya blogku terupdate nih, sepertinya. Hahaha... Sedang tidak ada bahan kreatif untuk dibahas. Sampai nanti lagi!